Sintren : Kesenian Tari Tradisional Daerah Cirebon
Turun sintren sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan kembange putri
Mahenra Lamun dadi temuruna manjing karo sing dadi
Pernah dengar atau baca lirik diatas? atau Pernah melihat bahkan ikut terlibat dalam tarian diatas? Bagi yang belum tau, foto dan lirik diatas merupakan hal yang bisa dilihat dan didengar dari pertunjukan sintren. Apasih Sintren itu?
Sintren (atau juga dikenal dengan Lais) adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
Karena saya berasal dari Cirebon, sering nih saya nonton pertunjukkan Sintren, apalagi kalau sedang ada acara pentas di sekolah. Seperti yang sudah dijelaskan diatas tarian ini mengandung aroma mistis/magis, tidak jarang beberapa teman sekolah saya menolak untuk menonton tarian ini, bahkan pernah suatu saat di sekolah saya ada siswa yang hampir kesurupan saat tarian ini berlangsung. Emangnya tariannya ngapain sih? terus cinta kasih Sulasih dan Sulandono itu gimana?
Jadi tuh Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Gadis tersebut diikat tangannya lalu dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berselebung kain. Pawang/dalang kemudian berjalan memutari kurungan ayam itu sembari merapalkan mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika pemanggilan ruh Dewi Lanjar berhasil, maka ketika kurungan dibuka, sang gadis tersebut sudah terlepas dari ikatan dan berdandan cantik, lalu menari diiringi gending. NAH SEREM KANN?!?!. Tiba tiba iketan tangannya kelepas trus udah berdandan cantik, abis itu langsung menari juga. Nah, mitosnya mah kalau Pawang/dalang tersebut berhasil memanggil ruh Dewi Lanjar, maka ruh tersebut akan merasuki gadis itu, makanya ia tiba tiba bisa terlepas dari ikatannya dan menari-nari.
Oiya Dewi Lanjar itu ada hubunganya sama Sulasih dan Sulandono yang tadi udah di singgung, jadi ceritanya Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama, hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan Sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).
Lirik lirik pada Sintren juga tidak hanya berisi tentang cerita Sulasih dan Sulandono, tetapi berisi juga syair syair yang menjadi penyemangat dan untuk memupuk rasa perjuangan, hal tersebut dikarenakan pada zaman penjajahan Sintren juga dipakai oleh para penari wanita untuk memotivasi para pejuang di daerah Cirebon untuk melawan Belanda. Pada saat itu belanda melarang aktifitas berkesenian kecuali dengan melibatkan wanita penghibur, oleh karena itu para penari sintren ini akhirnya menggunakan sintren sebagai kedok untuk membangkitkan rasa perjuangan dari lirik liriknya.
Sintren juga mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yang khas.
Hingga saat ini Sintren masih menjadi tontonan bagi masyarakat Cirebon, Sintren juga dapat menjadi tuntunan bagi masyarakat serta merepresentasikan tatanan pada masyarakat.
#Mengbudaya#KATITB2021